Sudah Benarkah Cara Menulis Kita?

SUMBER GAMBAR:  albabalpachino.blogspot.com
       Saya sendiri sering merasa tidak pede bila menuliskan suatu karya. Disamping karya tulis tersebut  dangkal dan tidak menarik, masih ada lagi sebabnya, yaitu: tidak sesuai dengan "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia", atau sering disebut EYD.
       Namun ada baiknya kita tidak membiarkan hal ini berlangsung terus-menerus, karena selain menyalahi kaidah tata bahasa juga membuat kita terbiasa asal-asalan. Tidak dipungkiri, untuk menjadi ahli dalam penguasaan EYD, memerlukan latihan dan waktu yang lama. Namun tahukah Anda bahwa keahlian ini bisa mendatangkan nilai lebih bahkan uang. Pekerjaan yang sering dikaitkan dengan pemeriksaan EYD secara keseluruhan disebut Editor. Editorial adalah dunia di mana sedikit sekali orang yang berkecimpung di dalamnya, sehingga peluang untuk menjadi kaya dalam bidang ini masih terbuka lebar. Jutaan buku terbit, jutaan naskah dan skrip dibuat, jutaan buletin, koran, majalah dilansir, jutaan karya tulis dari berbagai bidang di edarkan, jutaan edisi dan eksemplar tiap tahunnya. Pertanyaannya, siapa yang menulis dan meng-edit karya tulis tersebut? Jawabnya sedikit sekali orang, karena sedikit sekali orang yang ahli di bidang ini.
       Dan satu lagi yang tidak banyak kita ketahui, bahwa ahli bahasa itu pelita dunia. Sebut saja contohnya, J.S. Badudu, seorang Ahli Bahasa Indonesia dimana keahliannya masih digunakan oleh Pemerintah dalam menentukan kaidah dan ejaan bahasa Indonesia.  Jutaan orang Indonesia belajar bahasa menggunakan aturan baku yang diantaranya adalah hasil sumbangsih J.S. Badudu tersebut.
       Maka, masihkah kita akan menulis asal-asalan? Bukankah bangsa yang baik adalah bangsa yang bangga dengan bahasa sendiri dan ahli menggunakannya baik dalam perkataan atau penulisan. Tidak ada manusia yang sempurna, tetapi jangan ikutan tidak sempurna. Jadilah pribadi yang sempurna dalam hal tata bahasa dengan banyak belajar, jangan cepat puas.
       Bila anda memutuskan untuk menulis dan menerbitkan sesuatu, maka tuntutan akan karya tulis yang sesuai dengan EYD, jelas menjadi kebutuhan.
       Dari manapun orang berasal, dia selalu menjungjung tinggi bahasanya, dan bahasa itu diatur dalam kaidah tata bahasa yang baku baik untuk keperluan pembuatan karya tulis atau karya lain yang menggunakan bahasa. Siapapun akan merasa tidak senang bila mendapati suatu tulisan salah (terutama bila tulisan itu menyangkut dirinya). Seseorang yang sudah berjerih payah menuntaskan pendidikan tinggi dibanyak perguruan tinggi dunia bahkan bekerja keras mendapatkan gelar, akan merasa kecewa berat bila mendapati namanya tertulis salah eja. Begitupun banyak perusahaan, badan swasta, dan instansi pemerintah akan merasa tidak respek bila nama mereka ditulis salah. Perusahaan raksasa dalam bidang jurnalisme adalah salah satu contoh sebuah badan yang amat memperhatikan kaidah penulisan dan kaidah bahasa mereka. Karena disini reputasi mereka dipertaruhkan.
       Lalu? apa gunanya menulis dengan baik dan benar? Berikut  beberapa manfaat penggunaan bahasa yang baik dan benar baik dalam penulisan maupun dalam perkataan.

1.  Diri terhormat karena bahasa
       Bandingkan seorang yang bahasanya ngawur dengan yang dilafalkan tepat dan runtut.  Lalu bandingkan, mereka yang menulis asal dengan yang menulis sesuai EYD. Hasilnya tentu lebih baik bagi yang sesuai dengan kaidah bahasa.  Dan mereka menjadi terhormat karenanya.

2.  Menjaga diri dari niat jahat.
       Banyak tokoh penting merasa enggan berbicara tanpa dasar dan bukti di media karena takut statemen-nya dipelintir oleh beberapa oknum yang berniat jahat. Gaya bahasa dan penulisan baku juga menjaga kita dari arti yang rancu (tak jelas) dan ambigu (bermakna ganda). Dengan hal ini maka sudah pasti bahasa maupun tulisan kita dipahami gamblang oleh audiense dan tidak menimbulkan makna simpang-siur. Maka akan jelas sulit disalah artikan.

3.   Dapatkan otentifikasi dengan gaya bahasa dan penulisan baku.
       Mereka yang berbahasa dan menulis baku mungkin akan terlihat jadul dan kamseupai, namun itu hanya jangka pendek. Siapa yang ketat menjaga bahasanya adalah mereka yang diingat sejarah dan bahkan bisa mengarahkan kemana arah budaya suatu bangsa. Sebuah signature yang tak lekang oleh waktu adalah bahasa dan penulisan yang baik. Jadikan diri kita sebagai bagian dari mereka yang sukses itu.  Anda akan dikenali dengan mudah oleh siapapun karenanya. Karena mereka yang membaca karya kita belum tentu satu bahasa dengan kita. Maka saat mesin penerjemah digunakan, hanya bahasa baku yang dimengerti.

4.  Mudah dicari.
       Bahasa dan penulisan yang baik juga memungkinkan anda mudah dicari oleh Mesin Pencari Digital semisal Google, Yahoo dan banyak lagi pada masa ini (dimana dunia digital bernaung dalam kode-kode baku yang tak bisa diselewengkan walau setitik tanda). Semakin baik anda dalam berbahasa dan menulis, semakin mudah anda untuk dicari dan dibutuhkan. Terutama bila anda berniat mencari konsumen sebanyak-banyaknya. Bayangkah reaksi mesin pencari bila kita menulis dengan cara ini: c4R4 m3m8u4T K4nd4n9 Poey03H (Cara Membuat Kandang Puyuh) (Tulisan bergaris bawah disamping bersumber dari: http://puyuhjaya.wordpress.com/2011/12/12/mengapa-saya-lebih-suka-menggunakan-bahasa-baku-dalam-menulis-artikel-di-blog/)

5.  Ikut andilah dalam pembangunan.
       Pembangunan dalam segala bidang membutuhkan bahasa dan penulisan yang memenuhi kode etik dan kaidah tertentu yang baku. Maka terjunlah dalam dunia pembangunan dengan membawa bekal bahasa dan tulisan terbaik. Maka anda kan tercatat sebagai mereka yang ikut andil membangun.

      Lima contoh tersebut adalah sedikit diantara banyak keuntungan berbahasa dan menulis baku. Masih banyak yang lainnya. Kita akan merasakan manfaatnya seiring waktu.
       Yuukk... Kita berbahasa dan menulis yang sesuai dengan EYD dan cintailah bahasa kita.
      
       Berikut adalah situs yang setidaknya bisa dijadikan referensi dalam penulisan: http://id.wikisource.org/wiki/Pedoman_Umum_Ejaan_Bahasa_Indonesia_yang_Disempurnakan

0 komentar:

Apakah Anda Menjengkelkan?

SUMBER GAMBAR: http://ika-stisipyuppentek.webs.com

        Meski saya pribadi sulit mencari definisi tepat untuk istilah 'menjengkelkan', namun tak urung, saya dan anda pernah juga merasakan hal ini. (Untuk melihat etimologi silahkan lihat : http://id.wiktionary.org/wiki/jengkel)
        Pembaca yang budiman, tak perlu saya berpolemik tentang makna istilah diatas, yang perlu kita ketahui adalah, apa saja hal yang membuat orang lain jengkel pada kita. Walau banyak sekali jenisnya, namun beberapa diantaranya ada disini. Selamat membaca dan semoga bermanfaat.

1. Mengganggu Ketenangan
        Pernah seorang wanita datang ke KUA dan meminta cerai dari suaminya. Ketika dipertanyakan keputusannya beralasan apa, si wanita menjawab: karena suaminya mengorok saat tidur sehingga mengganggu ketenangannya saat beristirahat.
        Bagi kita, mungkin hal ini janggal dan mengada-ada, tetapi bagi 'korban', hal ini amat menjengkelkan dan menyebabkan tertekan. Bukankah batas maklum setiap orang itu berbeda? Jadi bisa saja terjadi.
        Faktanya bagi mereka yang aktif sekalipun, adakalanya merindukan ketenangan. Seperti kita ketahui 'tenang' tidak identik dengan sunyi, sepi dan gelap tetapi lebih kepada: adanya kesempatan untuk menikmati apa yang kita inginkan atau kita kerjakan. Suara-suara keras, gaduh, atau obrolan tak penting, salah waktu dalam bertamu, membuntuti orang, memata-matai, phoncall dan sms tak tahu waktu adalah beberapa sikap mengganggu ketenangan yang amat relatif kadar 'mengganggunya'.
        Pembaca budiman tentu tidak heran, bila banyak kasus pemukulan dan penyerangan dilakukan oleh orang bahkan selebritis karena terganggu ketenangannya. Jadi, mengganggu ketenangan adalah menjengkelkan.

2. Terbebani
        Seorang gadis 'mengamuk' dan memukuli adiknya hingga masuk RS lantaran si adik 'hobinya' meniru apapun polah tingkah dan kegiatan kakaknya. Dari cara berpakaian dan berdandan, cara tampil dimuka umum, cara berbicara bahkan caranya dalam mengambil dan membuat keputusan.
        Sikap si adik ini, memposisikan dirinya sebagai 'bayangan hidup' bagi kakaknya. Walhasil dirinya sendiri kehilangan jati diri, tidak punya upaya mandiri malah cenderung copy-paste pribadi kakaknya. Hal ini membuat kakaknya jengkel karena 'terbebani'. Mengapa? karena peniru ulung selalu banyak tanya ini dan itu, malas berfikir dan memutuskan sendiri sehingga si korban (dalam kasus ini kakaknya) harus berfikir ekstra untuk kepentingan mereka (dirinya sendiri dan pelaku peniruan). Jadi, membebani orang lain adalah menjengkelkan.

3. Hilangnya Kesempatan
        Hari dan Tono berteman sejak kecil, kemana-mana bersama, ibarat pepatah: ada ubi ada talas, ada Hari ada Tono (gak nyambung). Saat Hari mendapat 'infentaris' motor dari bapaknya, Tono sering 'nebeng' kemana-mana.  Bisa jadi selama ini Hari tidak terbebani. Selama sekian tahun hal ini tak jadi masalah sampai suatu saat sebuah peristiwa terjadi.
        Hari melihat gadis impiannya berjalan kaki sepulang sekolah, andai saja di jok belakang tidak ada Tono, tentu Hari bisa menawarkan 'ojekan' pada si doi. Sayanyanya kesempatan untuk 'pedekate' itu hilang lantaran Tono begitu 'setia' di jok belakang. Sejak saat itu Hari mulai berubah sikap dan mengganggap Tono itu menjengkelkan. Jadi ada baiknya kita memikirkan solusi lain segera, jika kita termasuk berpredikat 'BoncengerLovers NebengClalu' Sebelum kita menghilangkan kesempatan orang lain untuk berhasil. Karena menghilangkan kesempatan itu menjengkelkan.

4. Losser Ala Si Kebangetan
        Gigi Budi berlubang, sehingga sehabis makan dia sibuk mencari tusuk gigi. Tengok punya tengok, tetangga sebelah rumah punya pohon jeruk nipis yang banyak berduri. Dengan membawa sebuah pisau, Budi meminta duri jeruk untuk 'mencongkel' giginya. Sikap budi ini berulang-ulang-(ulang-ulang) nyaris tiap hari sehabis makan, sehingga tetangga pemilik pohon jeruk merasa jengkel. Loh kok? Kan
Budi tidak 'nyolong'.
        Coba kita fikirkan, sebenarnya pemilik pohon jeruk tidak dirugikan secara materi, bahkan diuntungkan karena pohon jeruk jadi 'bebas duri'. Lalu mengapa dia merasa jengkel? Setiap kita punya hak untuk menjaga harta benda kita. Dengan alasan apapun, orang lain tidak boleh semena-mena 'ambil keuntungan' tanpa tenggang rasa. Walau sekilas sikap budi itu tidak merugikan, tapi sikap itu tidak menghargai milik orang lain, apalagi sikap itu berulang-ulang. Jadi, berulang-ulang jadi pecundang (kebangetan) adalah menjengkelkan.

5. Tunjukers Sejati, Tak Pernah Koreksi Diri
        Didunia FB ada Jempolers, didunia 'menjengkelkan' ada tunjukers. Pekerjaan utamanya adalah: dalam hal apapun nunjuk orang lain. Perintah dibalas perintah, tunjuk sana-sini, tak heran jika sikapnya menuai kejengkelan dari banyak rekannya. 
        Pembaca budiman, sikap tunjukers ini ternyata tidak hanya terdapat  didunia nyata (praktis) saja. Tapi juga ada dalam fikiran kita. Bila kita membaca suatu artikel, lalu terdapat hal yang 'negatif', dengan segera kita berfikir: "oh itu mah elu yang begitu" atau "jelas si anu tuh yang begitu". Sama sekali tidak mau menunjuk hidung sendiri terlebih dahulu. Itu sebabnya, tunjukers biasanya punya resistensi terhadap hal positif dan mudah menyerap hal negatif karena tidak pernah mau koreksi diri.
        Sudah pasti, tidak mau koreksi diri itu menjengkelkan.

6. Aku Baik Loh!
        Setiap kita dituntut untuk selalu berbuat baik bahkan terbaik, namun begitu semua ada batasnya. Seorang ibu yang sudah lama saling kenal dan bertetangga merasa jengkel dengan 'rumah sebelah' karena kalau menyapu halaman suka 'kebablasan'. Batas halaman sudah jelas, tapi 'ibu rumah sebelah' dengan sengaja menyapu halaman milik tetangganya sekalian karena ingin berbuat baik. 
        Faktanya, tidak setiap kebaikan bisa diterima orang lain. Loh....? Apa ruginya sih? Kan halaman jadi bersih tanpa repot? Tentu saja merugikan karena sikap tanpa batas bisa mengundang tuduhan miring dan isyu negatif. Tidak heran banyak ibu-ibu uring-uringan sama suaminya tercinta karena 'berbaik-baik' sama wanita lain walau tanpa maksud apapun. Tetep aja hal ini tidak dibenarkan oleh si istri. 
        Menurut survei (entah survei yang mana) juga disimpulkan kalau orang yang terlalu baik itu malah 'seret' jodoh. So, tidak tahu batas itu menjengkelkan.
        
7. Si Tidak Percayaan Versus Si Curigaan
        Coba simak percakapan ini: 
C: Kamu juara satu loh...!
P: Yang bener? (nampak terkejut dan ternganga)
C: Iya! (masih serius)
P: Serius nih? (makin nganga)
C: Iya! (lebih serius)
P: Kamu nggak bohong kan? (udah kemana-mana nganga)
C: Iya! (mulai bete)
P:  Tapi bener nih? Serius? Nggak bohong kan?
C:  Cuape dwuehhhhhh..... (gubrak)
         Bayangkan jika pembaca budiman menjumpai orang model ini. 
Dan percakapan lain terjadi:
C: Kamu tahu pena aku nggak?
P: Nggak....?
C: Tapi tadi kamu dekat aku deh...
P: Nggak....?
C: Nah itu tulisan kamu?
P: Ngapa? (seribu tanda tanya)
C: Warnanya biru.
P: Lalu?
C: Pena aku biru.
P: @%$#&*)(!@$...............
        Inti kejengkelan orang karena hal diatas adalah merasa tidak dianggap dan dipercaya seakan baru kenal saja. Tidak pandai menakar diri itu menjengkelkan.

8. Wrong Time and Wrong Place
        Joko adalah atasan Iwan ditempat kerja, namun begitu mereka amat akrab sehingga bisa ngobrol bebas tanpa sekat status.
        Saat ada jamuan makan dengan kolega pentingnya. Joko sengaja membawa koleganya ke rumah makan vavorit mereka. Iwan yang kebetulan lewat langsung menyapa Joko tanpa melihat situasi, "Halo Bro... Makan-makan nih, nggak ajak-ajak?" Tentu saja Joko merasa jengkel karena apapun alasanya Joko adalah atasan Iwan. Kurang pantas rasanya bersikap tidak hormat pada atasan, begitulah dunia kerja. Pandailah melihat situasi agar kita tidak menjengkelkan.

9. Salah Tanya, Malu-Maluin
        Seorang pria merasa jengkel dan menampar rekan kerjanya karena si rekan selalu bertanya keadaan istrinya bila bertemu. "Bagaimana kabar istrimu?" Yang jadi pertanyaan adalah: untuk apa si rekan bertanya soal istrinya. Perhatian bukan begini caranya.
       Bila kita termasuk yang sering bertanya demikian, mulailah merubah pertanyaan kita menjadi "Bagaimana kabar keluargamu?" itu lebih sopan dan tidak mengundang kecurigaan. Salah dalam penggunaan bahasa itu menjengkelkan.

10. Tidak Terbuka
        Si Anwar selalu uring-uringan bila atasan menyuruh ini dan itu, padahal Anwar enggan sekali melakukannya. Walhasil, keluarlah sumpah-serapah dan keluhan tak pantas dibelakang bos. Ini menjengkelkan bagi bosnya karena Anwar tidak mau terbuka. Seharusnya Anwar menolak dengan alasan dan cara yang baik daripada mengomel tak jelas dibelakang. Katakan 'tidak' bila memang tidak. Tidak terbuka itu menjengkelkan.

Kesimpulan:
        Beberapa perilaku diatas adalah sebagian kecil dari perilaku menjengkelkan, masih banyak contoh lainnya. Satu hal yang membuat 10 poin diatas berbeda adalah: Ranah Hukumnya. 
        Ada beberapa sikap menjengkelkan seperti memfitnah, menipu, mencemarkan nama baik dan lain sebagainya. Bedanya adalah beberapa contoh ini bisa di jerat hukum. Menipu bisa masuk sel, memfitnah dan mencemarkan nama baik juga demikian, tapi 10 poin diatas akan sulit dibawa ke meja hijau, apa mungkin  minta duri jeruk atau menyapu halaman tetangga di bui. Justru inilah yang menyebabkan 10 poin diatas bisa lebih menjengkelkan karena hukum belum bisa menjangkau dan celakanya, si korban-lah yang sering disalahkan.
         Minta bercerai karena suami mengorok dianggap salah, melarang orang minta duri jeruk dianggap pelit, kalau kakak memukul adik karena menirunya, pasti kakak (yang jelas jadi korban) yang masuk bui, sedang adik yang jadi pemicu pertengkaran bisa melenggang bebas lolos dari jerat hukum. 
      Semoga kita bisa belajar dari beberapa contoh diatas. Tetaplah berbudi baik, dan jangan menjengkelkan.

Catatan: Setiap Nama dan Kejadian di dalam tulisan diatas adalah ilustrasi semata.

0 komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Dikunjungi

Protected by Copyscape Plagiarism Check
MyFreeCopyright.com Registered & Protectedfor copyright
Animated Cool Shiny Blue Pointer
Diberdayakan oleh Blogger.

Key Word

Translate

Best Regard

Daftar Blog Saya