Sopo Siro? Sopo Ingsun?

    Ungkapan diatas bermakna ambigu, tergantung dari sisi mana di ucapkan. Dari sisi yang penuh kesombongan atau dari sisi yang penuh kerendahan  hati. Saya akan masuki sisi jeleknya.
     Ungkapan diatas bisa bermakna "Siapa Gue? Siapa Lo?". Sebuah ungkapan yang bisa diucapkan dengan modal kesombongan, kebencian, dan permusuhan. Diucapkan oleh mereka yang merasa tidak butuh orang lain, tapi juga tidak butuh Tuhan. Baginya, dialah Tuhan.

     Setiap kita perlu teman hidup, baik sebagai suami istri, sanak famili, atau karib kerabat. Sendiri adalah kemustahilan bagi kita. Akan tetapi akhir-akhir ini kita sering melihat, baik melalui media atau secara langsung, banyak sikap diperbuat seakan dirinya bisa hidup sendiri, mati sendiri lalu masuk surga sendiri. Atas sentimen tertentu, kita kadang menghalalkan sikap buruk pada sesama demi kepentingan diri sendiri. Sudah jadi tren dimasa ini, mengatasi masalah dengan masalah dianggap solusi.
     Mau tak mau kita harus kembali melihat kedalam diri sendiri, bahwa kebahagiaan kita, kemampuan kita dan penghargaan yang kita terima tidak terlepas dari peran serta banyak orang yang nota bene belum tentu kita anggap penting. Meminjam istilah "Ubuntu", Kita Ada Karena Mereka Ada.

    Tak sedikit dari kita, GAGAL membina hubungan baik dengan orang lain. Menganggap dirinya dan segelintir orang dalam kelompoknya adalah superior, meng-eksklusif-kan diri, beranggapan bahwa dirinya besar. Saya kira kita harus berubah, karena tak bisa selamanya kita berlaku buruk pada sesama. Pernah dikisahkan kala Nabi Musa AS 'diundang' kehadapan Tuhan dengan 'syarat', harus membawa makhluk dari dunia yang dianggap lebih hina dari diri Nabi Musa AS. Dalam tanda tanya, Nabi Musa AS mencari kesana-kemari untuk menemukan mahluk lain yang lebih hina dari dirinya itu. Sayangnya, setiap mahkluk yang ditemuinya selalu memiliki kelebihan yang tidak dimilikinya. Maka dibawanya seekor anjing kurap dan berkutu, Nabi Musa AS berfikir kalau hewan ini lebih hina dari dirinya. Namun dalam perjalanan menemui Tuhan, lagi-lagi Nabi Musa AS mendapati kelebihan anjing tersebut, dari ini dan itu. Dengan wajah tertunduk, Nabi Musa AS menghadap Tuhan dan berkata bahwa dirinya gagal membawa 'syarat'-nya, karena sesungguhnya, tidak ada satu makhlukpun yang lebih hina dari dirinya, dan Nabi Musa AS merasa justru dirinyalah yang paling hina. Dan Tuhan menempatkan Nabi Musa AS dalam tempat yang mulia karena hal itu.
     Bila orang sekelas Nabi Musa AS saja menganggap dirinya paling hina, apalagi kita. Beranikah kita beranggapan paling mulia dari mahkluk lain?

    Bila kita merasa sebagai orang baik, ada baiknya kita mulai mengkoreksi anggapan kita selama ini, jangan-jangan kita yang salah. Orang baik selalu berbuat yang lebih baik. Ada kalanya, kitalah yang harus berubah, tidak memaksakan kebenaran kita sendiri. Segala usaha kita akan sia-sia bila bertolak dari cara dan pola yang salah. Faktanya mereka yang kita anggap salah semakin menjadi-jadi. Dalam kisah lama diceritakan, seorang  pasien penyakit mata berkunjung kedokter dan mengeluh tentang sakit matanya. Setelah melakukan diagnosa, dokter menyarankan agar pasien tersebut banyak melihat warna hijau guna merangsang dan menyegarkan matanya. Bermodal sedikit kekuasaan yang dia miliki, si pasien segera menyuruh anak istrinya untuk mengecat seluruh rumah dengan warna hijau. Semua anggota keluarga diharuskan memakai baju hijau, dan segala tindakan yang serba hijau.
     Andai si pasien tersebut mau sedikit bertenggang rasa dan melihat segala kemungkinan yang bisa di capai, tentulah dia tidak akan melakukan hal semena-mena itu hanya demi matanya. Egonya yang sok kuasa telah menutup pengetahuan dan pintu hatinya sehingga tidak bisa melihat 'jalan terang' yang jauh lebih mudah. Seandainya si pasien bersedia membeli kacamata berwarna hijau, maka keadaan tidak akan serumit itu. Seluruh dunia akan berubah hijau dari kacamata berwarna hijau.

    Apa harapan kita dari orang lain, akan diterima seperti itu oleh mereka. Begitupun apa anggapan kita pada mereka, begitulah mereka menganggap kita, sensitif sekali. Sikap kita yang bermula dari fikiran baik akan beresonansi kepada orang lain dan orang lain akan memberi gema yang serupa. Gema seperti apa yang kita harapkan, seyogyanya seperti itulah sikap kita bermula.

   Mari anggap diri kita bagian kehidupan dan berilah yang terbaik pada orang lain. Niscaya akan memetik buah manis. Namun ajakan ini hanya bisa di khususkan UNTUK MANUSIA, selain itu tidak berlaku.
Sopo Siro? Sopo Ingsun? jawabannya bisa jadi; Dudu Sopo-Sopo! (Bukan Siapa-Siapa!)
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Dikunjungi

Protected by Copyscape Plagiarism Check
MyFreeCopyright.com Registered & Protectedfor copyright
Animated Cool Shiny Blue Pointer
Diberdayakan oleh Blogger.

Key Word

Translate

Best Regard

Daftar Blog Saya