Aku Pinjam!, Aku Kembalikan!

 SUMBER GAMBAR: http://kartikagalihprawisthi.blogspot.com

Buat Adikku terkasih,
Buat Temanku terhormat,


Tidak mungkin bagi kita untuk mencukupi kebutuhan hidup sendirian, terkadang kita meminjam dari orang di sekeliling kita. Sebernarnya pinjam-meminjam adalah hal yang cukup lumrah dalam kehidupan sehari-hari. Sebagian besar agamawan mengatakan pinjam-meminjam (atau lebih tepatya meminjamkan) itu bisa wajib hukumnya bagi si pemilik barang yang dipinjam. Tapi terkadang secara sadar atau tidak kita si peminjam memanfaatkan kebaikan itu tanpa tengang rasa.
Mari sedikit kita mengulang pelajaran lama, siapa tahu terlupa. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi anda dan saya pada khususnya.

Apa itu meminjam?
Menurut istilah umum, meminjam adalah 'mengambil manfaat dari suatu barang milik orang lain dengan cuma-cuma'. Anggapan kita selama ini, karena meminjam adalah cuma-cuma maka, kita selaku peminjam memiliki lebih banyak keuntungan dari pada si pemberi pinjaman. Begitukah?

Ketahuilah beberapa hal ini sebelum kita meinjam sesuatu pada orang lain:
Pertama, barang pinjaman adalah beban, bukan keuntungan dan bukan penghasilan.
Banyak kita merasa enjoy dan terlihat menikmati, menghayati betul suatu barang pinjaman, sehingga selalu menjadikan kegiatan meminjam sebagai pekerjaan harian yang di tekuni dan rutin dikerjakan dengan disiplin tinggi pula (teeengg! jam segitu biasa pinjam, tak pernah telat minjam). Mencintai barang pinjaman berarti mencintai beban dan lambat laun kita tertimbun oleh beban itu. Saat itu terjadi, tak akan ada lagi yang bersedia kita pinjami.

Kedua, setiap barang pinjaman adalah milik orang lain, dimana pengawasan atas barang tersebut ada di tangan kita.
Seperti kita tahu barang itu perlu perawatan dan penjagaan. Bila sebelumnya barang itu dalam pengawasan pemilik maka secara otomatis pengawasan itu berpindah ke kita setelah pinjam. Bahkan dalam beberapa kejadian terkadang kita harus bertanggung jawab atas barang pinjaman walau tidak dimanfaatkan oleh kita. Bila kita meminjam sebuah buku, lantas buku tersebut entah bagaimana di baca oleh adik kita dan rusak. Maka tanggung jawab tetap ada di tangan kita, padahal kita belum baca. Semakin baik tanggung jawab kita dalam menjaga barang pinjaman, semakin mudah bagi kita untuk meminjam lagi, dan sebaliknya.

Ketiga, barang pinjaman adalah milik orang lain, bukan milik kita. Maka pemanfaatanya harus atas sepengetahuan dan seijin pemilik barang pinjaman.
Kadang terlintas pada pikiran kita untuk memanfatkan barang pinjaman semau kita. Tidak terpuji bila kita secara jelas meminjam sebuah motor untuk menjemput seseorang, namun tanpa sepengetahuan pemilik sekalian kita mampir sana-sini, mumpung ada motor. Bila kita ingin menggunakan motor untuk kepentingan lain lagi, maka kita harus ijin lagi.

Keempat, meminjam seyogyanya menjadi langkah terakhir yang di tempuh setelah usaha maksimal.
Banyak kita, punya palu tapi meminjam palu, punya buku tapi meminjam buku dan sebagainya. Ada baiknya bertahanlah untuk menggunakan semua milik kita dulu sebelum meminjam. Kalau rusak, perbaiki!, kalau terselip, cari!, kalau butut, beli!. Konyol rasanya kalau kita mau pergi apel tapi ogah bawa baju butut kita, lantas meminjam.

Kelima, meminjam itu beda dengan meminta.
Ada istilah: "Njaluk yo njaluk, nyilih yo njaluk" Tak ada beda antara meminta dengan meminjam, sama-sama ogah balikin.

Keenam, meminjam adalah jalan pintas yang bisa jadi lebih gelap, lebih berliku dan berbahaya dari jalan biasa.
Sering kita lihat bagaimana orang harus tanda tangan ini dan itu untuk meminjam uang di Bank Plecit. Setiap tulisan dalam berkas mengandung maksud yang bisa jadi kita 'kagak maksud', tahu-tahu "ZONK!!"

Ketujuh, barter barang pinjaman dengan pemilik, lebih baik.
Kalau kita ingin meminjam sebuah novel teman, tak ada salahnya kita tawarkan koleksi novel kita untuk dia baca. Atau tanyakan kepadanya barang apa yang ingin dia pinjam dari kita.

Kedelapan, pinjam-meminjam itu ada aturan, tatakrama dan sanksi hukumnya.

Bolehkah meminjam?
Boleh tidaknya tentu tergantung dari pemilik barang pinjaman, namun secara umum, meminjam itu boleh dan sah selama tidak timbul kerugian dari kedua belah fihak. Kerugian di sini lebih kepada beberapa kasus yang serius, seperti orang meminjam alat untuk melukai orang. Walau pemilik barang mengijinkan namun meminjam jenis ini batal demi hukum, dan pemilik barang bisa pula terkena dampaknya.

Lantas bagaimana tatakrama dalam meminjam barang?
1. Ada kalimat jelas tentang meminjam barang. Meminta ijin adalah hal paling penting dalam soal ini, janganlah kepentingan kita yang di utamakan lantas merasa 'boleh' memanfaatkan milik orang lain tanpa ijin dengan alasan "nanti aja bilangnya".
Di dalam proses meminta ijin ini pula harus di terangkan secara jelas tentang:
- Barang apa yang mau kita pinjam,
- Untuk apa barang tersebut kita pinjam,
- Untuk siapa barang tersebut kita pinjam (karena terkadang kita meminjam barang bukan untuk kita tetapi untuk orang lain).
- Juga berapa lama barang tersebut kita pinjam, dan kemungkinan kapan kita kembalikan.
- Dalam beberapa jenis pinjaman terkadang harus diterangkan secara detail tentang jumlah, jenis dan fungsi.

2. Walau ada istilah 'pinjam mutlak' alias tidak ada syarat apapun dan bagaimanapun, namun kita menggunakan barang pinjaman harus menggunakan kebiasaan umum tentang barang pinjaman. Bila kita tidak tahu tentang kebiasaan ini, tanyakan kepada pemilik barang.
Contoh kasus, bila kita meminjam sebuah parutan kelapa, lantas si empu barang, tanpa banyak cingcong mengijinkan, bukan berarti kita boleh memarut batu bata merah dengan parutan kelapa itu. Kebiasaan umum ini harus kita pahami terutama bila pijaman kita berupa peralatan spesifik.

3. Pinjaman hendaknya dilandasi kebutuhan yang mendesak dan niat baik untuk mengembalikan. Maka buatlah sebuah kesepakatan secara lisan (bahkan tertulis) tentang hal ini. Alasan ini bukan sebuah cara untuk memuluskan usaha kita dalam meminjam secara klise, tetapi lebih kepada memberi pemahaman kepada pemilik bahwa kita bertanggung jawab dan memotifasi diri untuk mengembalikan tepat waktu.

4. Jangan mengulur waktu. Walau kemungkinan kita menggunakan lagi barang pinjaman tersebut dalam waktu dekat, ada baiknya dikembalikan dulu baru pinjam lagi atau memperbaharui kesepakatan. Lebih baik lagi kalau barang itu dibawa serta. Jangan sampai waktu ditanya: "lalu mana barangnya?" kita jawab "di rumah". Kecuali terpaksa sekali seperti amat berat dan sebagainya.

5. Usahakan kembalikan barang tersebut kepada yang bersangkutan, bukan pembantunya, bukan satpamnya, bukan ortunya dan lain-lain. Selain untuk menghindari salah paham juga sekalian bisa mengucap terimakasih.

6. Jangan pinjamkan barang pinjaman kepada pihak lain tanpa seijin pemilik. Kita pasti mernah merasa jengkel karena untuk 'bal-balan' oleh si peminjam. Entah bagaimana barang kita beralih tangan seperti piala bergilir. Giliran kita butuh, kita repot setengah mati kesana-kemari mencari barang itu. Kesannya seperti kita yang mau pinjam, padahal kita pemilik barang.
"Mana komik gue?"
"Tuh ama Dugeng"
"Geng!, mana komik gue?"
"Tuh ama Jukeng"
"WOI... ORANG SATU NEGARA! MANA KOMIK GUE?" (bawa pengeras suara)


7. Kembalikan barang dalam keadaan baik atau lebih baik. Bila kita meminjam buku ternyata belum bersampul, alangkah terpujinya bila kita sedikit 'krues-krues'  lalu tralaaaa, buku pulang dalam keadaan bersampul.

Demikianlah sekelumit dari kitab lama. Ayo! balikin barang gue.....
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Dikunjungi

Protected by Copyscape Plagiarism Check
MyFreeCopyright.com Registered & Protectedfor copyright
Animated Cool Shiny Blue Pointer
Diberdayakan oleh Blogger.

Key Word

Translate

Best Regard

Daftar Blog Saya