Tidak sedikit kita merasa buruk rupa dan kurang beruntung karena kekurangan fisik. Dalam kasus ini, 10% adalah kita memang buruk rupa dan 90 %-nya adalah perasaan kita semata. Artinya, 90% penderitaan kita, bukan karena kita buruk rupa, tetapi karena 'merasa' buruk rupa itu sendiri.
Tidak afdol rasanya bila kita membahas perihal buruk rupa ini tanpa melibatkan Tuhan sebagai Yang Menciptakan, maka untuk itu kita harus menyakini beberapa hal berikut sebelum berbicara lebih jauh:
Pertama: Tuhan tak pernah bohong
Maka kita harus percaya dan menyakini semua Firman Tuhan, termasuk bila Tuhan berfirman: "Telah Aku ciptakan manusia dengan bentuk yang sempurna". Apa alasan kita untuk 'merasa' buruk rupa, bila Tuhan yang menciptakan kita telah bersumpah untuk kesempurnaan bentuk kita.
Kedua: Rosul juga tak pernah bohong
Maka alangkah konyolnya kita bila tidak yakin akan Sabdanya: "Seorang budak yang hitam legam, namun baik agamanya lebih baik untuk dijadikan pendamping hidup". Lalu alasan apa lagi yang membuat kita 'merasa' paling sial.
Ketiga: "Si 'buruk rupa'-ku sayang!"
Adakah salah satu dari kita yang tak sekalipun merasakan kasih sayang? tentu tidak ada. Artinya seburuk apapun rupa kita, tidak menjadi sebab untuk tidak menerima kasih sayang. Kita bisa, boleh, dapat dan amat mungkin untuk menerima kasih sayang.
---000---
Apa sih buruk rupa?
Sekarang coba kita pahami, apa sih buruk rupa itu? Setelah tanya sana-sini, saya mendapat beberapa jawaban yang umum. Diantaranya:
1. Buruk rupa itu tidak cantik atau ganteng
Ternyata tidak selalu begitu, menurut sebagian orang pendapat ini tidaklah benar, faktanya sebagian besar 'orang yang berpengaruh besar di dunia' itu tidak cantik dan ganteng menurut ukuran umum. Atau setidaknya mereka tidak terlalu concern tentang cantik dan ganteng, tapi lebih menitik beratkan pada 'nilai diri' dari sisi lain.
2. Buruk rupa itu berkulit gelap, tidak mancung, mata tidak cerah, pendek, gendut dan segudang anggapan lain tentang keadan fisik
Alangkah anehnya jika Tuhan menciptakan manusia dalam keadaan yang cantik dan ganteng semua. Karena apa? Adanya sebutan cantik karena ada yang jelek. Bila tidak ada yang jelek maka sudah pasti tidak ada yang cantik. Artinya: di akui atau tidak, kita punya andil membuat orang cantik itu disebut cantik.
Lebih aneh lagi kalau Tuhan menciptakan kita seragam dengan bentuk seperti Dude Herlino (yang ganteng) dan Siren Sungkar (yang cantik) agar terlihat sempurna. Yang pasti, boseeennnn!
3. Buruk rupa itu memiliki kekurangan fisik (cacat)
Pendapat ini lebih keliru lagi, karena kalau percaya bahwa kita sudah diciptakan Tuhan dengan bentuk yang sempurna, maka sudah pasti kita sempurna. Hal ini berarti, titik terendah dari keadaan fisik kita adalah sempurna, bukan buruk rupa. Titik.
4. Serta banyak 'deskripsi' lain tentang buruk rupa yang tidak perlu rasanya kita bahas, karena selain 'basi' jug salah.
---000---
Lalu apa itu 'sempurna'?
1. Kesempurnaan diri (tubuh) itu identik dengan bersih dan suci
Maka tidak berlebihan rasanya jika kita harus meningkatkan kebersihan dan kesucian tubuh kita. Sudah bukan rahasia lagi di masa ini (dimana PHBS sudah umum di pahami), bila kebersihan dan kesucian diri menjadi tolak ukur paling akurat untuk 'dinilai' sempurna secara fisik. Tak perlu memberi contoh terlalu banyak (takut disangka sirik), yang pasti, males rasanya berdekatan dengan orang yang tak menjaga kebersihan dan kesucian.
2. Kesempurnaan diri itu berbanding lurus dengan rapi-teratur, pantas-luwes dan memperhatikan norma-etika
Adakah orang akan 'menolak' kita bila kita sudah sedemikian rapi, pantas, dan beretika? Saya kira tidak. Andai ada, itu karena alasan 'keselamatan' dan 'kesanggupan'. Tentu saja saya akan ditolak bekerja di perpustakaan bila saya 'tidak bisa membaca karena buta atau rabun akut'. Wajar saja, karena saya tidak mungkin memenuhi kualifikasi itu. Bukan kebutaan saya yang menyebabkan saya di tolak tapi ketidaksanggupan saya.
3. Kesempurnaan diri juga dekat sekali dengan prestasi dalam kebaikan
Pada kenyataannya orang bisa lebih berprestasi, bila dirinya fokus dan tidak mudah 'terombang-ambing' oleh banyak tetekbengek tak begitu penting. Saat orang lain sudah aktif bekerja-produktif, terkadang saya masih sibuk berbedak karena ingin terlihat ngejreng. Tentu saja sikap mudah goyah seperti ini tidak membuat kesempurnaan diri kita meningkat.
4. Kesempurnaan diri juga selalu ditunjang dengan vitalitas dan kesehatan-kebugaran fisik
Jangan membandingkan seorang cacat dengan orang yang 'lengkap' dalam vitalitas, itu tidak adil namanya. Bandingkan diri kita dengan penderita cacat lain, maka kita dapati kelabihan kita. Kita dapat lebih sehat, lebih bugar dan vitalitas (daya hidup) terjaga, bahkan dari rata-rata orang.
5. Kesempurnaan diri selalu mengutamakan kecakapan, ulet-tekun, giat-bersemangat, disiplin-terarah, dan mantap-berwibawa
Siapapun bisa melakukan hal diatas, tak terkecuali si buruk rupa. Maka jangan mencari-cari alasan untuk merasa 'bermodal' sedikit dibanding orang lebih cantik dan ganteng. Kita semua menerima 'modal' yang sama dari Tuhan, yaitu kesempurnaan bentuk.
---000---
Kini kita mencoba simak beberapa cara memperindah penampilan (untuk terlihat lebih sempurna, menambah kesempurnaan kita)
1. Bersolek
Pada awalnya, bersolek hanya untuk menonjolkan kelebihan dan menjaga awet-lestarinya tubuh kita. Namun seiring pemahaman keliru yang berkembang kini, bersolek justru dimaksudkan untuk menutupi kekurangan kita. Perbedaan tujuan ini dianggap beti (beda tipis), namun mengacu pada kecenderungan yang berbeda.
Pada usia muda, Nenek saya menggunakan minyak kelapa (cem-ceman) agar rambutnya yang memang hitam-sempurna itu menjadi lebih mudah diatur, halus, lebih awet lebat-hitamnya, dan wangi.
Namun sekarang orang cenderung menggunakan berbagai minyak rambut untuk menutupi uban atau kekurangan rambutnya. Bedanya adalah, Nenek saya cenderung berusaha menemukan kelebihan rambutnya lalu berusaha mempertahankan keawetannya, sedang di masa kini, kita cenderung fokus pada kekurangan yang ingin kita tutupi. Wajar saja bila Nenek saya, akhirnya menemukan banyak kelebihan dirinya dan usahanya untuk menjaga kelestarian tubuhnya itu secara otomatis menutupi kekurangan dirinya. Nenek saya tidak beruban sampai tutup usia.
2. Berbusana
Ada istilah: "Dahulukan Yang Harus Didahulukan". Orang tempo dulu mengenakan busana dengan urutan sebagai berikut: mengenakan pakaian dalam dulu baru pakaian luar dan pakaian ektra bila cuaca atau kondisi memaksa. Mereka melakukan itu karena tujuan dan maksud yang sudah teruji selama ribuan tahun manfaat bagi tubuh dan masyarakatnya. Tapi sekarang, urutannya sudah tidak begitu, ada yang langsung mengenakan pakaian luar tanpa pakaian dalam. Ada yang terlihat memakai pakaian ekstra berupa jaket, begitu dibuka, olala!, hanya pakaian dalam tanpa ada pakaian luar. Kesempurnaan apa yang ingin dicapai dengan cara ini. Kecantikan dan kegantengan model bagaimana yang ingin diraih, bila caranya saja sudah keliru. Kadang kita lupa tujuan berbusana hanyalah untuk, menutupi aurat, melindungi tubuh dan mempertegas kesempurnaan kita. Tidak yang lainnya.
3. Berawal dari kebutuhan
90% aktifitas kita dipengaruhi oleh keinginan dan kesadaran sex-kasih-sayang. Lihatlah usaha kita untuk lebih cantik dan ganteng, semuanya karena kesadaran jenis kelamin dan kebutuhan sek-kasih-sayang. Karena pada dasarnya cantik dan ganteng itu berkerabat dekat dan identik dengan perilaku-jenis-nama-sifat sex. Padahal (kalau kita mau jujur), sex-kasih-sayang itu sendiri itu adalah 'kehausan yang sangat' dimana dia (sex-kasih-sayang itu) tidak begitu mementingkan cantik dan ganteng. Karena faktanya, kebutuhan sex-kasih-sayang, tidak bisa dipenuhi dengan kegantengan dan kecantikan semata, namun oleh usaha 'luar biasa lain' (Anda mengerti maksud saya). Bila kita sangat haus, apapun kita 'minum'.
Bila sudah begitu. Bisa dipahami bila apapun keadaan fisik kita, tetap bisa melakukan dan mencapai tujuan kegiatan sex itu, dan bukan monopoli si cantik dan si ganteng. Dengan kesadaran ini, perasaan buruk rupa, yang banyak dipengaruhi oleh kekhawatiran akan tidak tercukupinya kebutuhan sex-kasih-sayang, akan bisa kita minimalisir, dan memanfaatkan energi lebih itu, untuk kegiatan membangun kesempurnaan diri yang lain.
---000---
Penutup
Sebagian orang dilebihkan dari diri kita oleh Tuhan dengan beberapa kelebihan fisik, namun bukan alasan bagi kita untuk merasa kurang beruntung. Merasalah kurang beruntung jika kita tidak bisa bersyukur-memanfatkan dan menghujat Tuhan atas karunianya.
Sekarang cobalah bertanya pada diri sendiri: "Cantik-gantengkah, saya?". Bila jawabannya "Tidak" Maka katakanlah "So what gitu loh...." Karena bisa jadi, "Saya lebih sehat, lebih charming, lebih fit dan sebagainya....."
Salamku Untuk Semua Teman Dan Handai Taulanku Yang 'Sempurna'.