Saat antrian sampai padaku, justru masih ada berkas untuk membayar pajak yang belum aku penuhi. Dengan perasaan dongkol aku menyibak kerumunan dan bergegas mencari jasa photocopy. Anehnya orang kita, selalu senang berkerumun dimanapun berada, terutama didepan loket antrian. Hampir tak nampak sikap tertib mengantri dengan berdiri berjajar teratur. Ah... sudahlah! Aku toh tidak ada minat membicarakan soal antrian ini.
Dengan beberapa berkas potocopy aku keluar dari tempat itu, yang juga banyak dikerumuni orang, berebut dulu. Dalam keadaan tak begitu 'oke', aku melangkah lemas, tadi pagi aku lupa sarapan, dan kini aku 'tak berani' makan di warteg karena khawatir uangku tak cukup untuk membayar pajak motorku. Benar-benar naas.
Saat menyeberang jalan didepan Depag Bangkinang, sekilas (benar-benar hanya sekilas) aku melihat perempuan itu. Wajah dan kulit yang bersih, kemolekan yang tak bisa disembunyikan. Kata orang alim, pandangan pertama adalah rizki, dan pandangan kedua adalah zina. Ah... masa bodoh, aku ingin melihat perempuan ini lagi, ingin menatapnya lekat-lekat, ingin banget. TITIK.
Dengan enteng saja aku mengangkat wajah dan menatap perempuan ini. Tapi aku terkejut, pasalnya, sikapku seperti sudah diperkirakan oleh perempuan ini. Lalu dia seperti sudah menyiapkan pula antisipasi atas 'kekurang-ajaranku'. Maka, CRASSHHH....!!! Diterbitkannya senyum paling indah yang dia miliki. Dan aku yakin, senyuman itu untukku, hanya untukku. Terasa seperti ada setrika panas mengenai dadaku, sejenak aku bingung mau apa, membalas senyumkah? menyapanya? atau apa? Aku putuskan segera berlalu saja membawa malu yang sangat.
Aku merasa amat malu karena tahu pasti makna senyum 'serupa itu'. Seperti banyak kubaca, senyum adalah secercah keajaban yang kita miliki. Senyum adalah bahasa universal paling mudah dimengerti, senyum adalah sebuah ungkapan paling tulus, senyum adalah sejuta bahagia diantara duka lara, senyum juga menyatukan hati (aku serupa denganmu, aku setara denganmu, aku adalah bagian darimu, aku adalah bisa jadi dirimu, maka jaga aku!)
Tak kupungkiri pula, bahwa tiap senyuman yang datang kepadaku, selalu membuat aku dihargai, di-'layak'-kan sifat manusia-ku, dijunjung tinggi martabatku, dihormati apapun aku, dimaklumi segala kekuranganku. Senyum yang datang pula, selalu mengubah perasaanku. Bila perempuan itu, yang nyata sudah sedemikian besar usahanya untuk menghargai, menjunjung martabat dan menghormati aku lewat senyumnya, pertanyaannya: LALU AKU?
Aku justru melepas rantai 'binatang buas' di hatiku, aku justru rela saja waktu mataku bersikukuh menatapnya untuk kedua kali, dan yang paling memalukan bagiku, aku merasa enjoy. Saat itu juga aku merasa di tusuk di ulu hati. Seperti telah kuceritakan diawal, perempuan itu sudah benar-benar siap, memperkirakan dan mengantisipasi sikap kurang-ajarku. Tak seperti perempuan-perempuan lain yang sering aku temui, mereka biasanya bersikap antipati, cemberut, membuang muka, pura-pura tak melihat, menilai negatif, 'najis inggris'. Tidak perempuan ini! Senyum yang membuat orang berfikir positif milik perempuan itu telah memberi penawar paling pahit untuk kutelan
Di bangku tunggu aku hanya tertunduk dan tak berminat melihat kemana-mana, sebentar lagi nomor antrianku tiba. Dan tadi (hanya sekilas) aku sempat melihat betapa bersih dan moleknya petugas loket Perpanjangan STNK Samsat itu. Aku memantapkan diri dan 'membentak' hatiku sendiri, "JAGA MATAMU!"
Aku hanya sanggup menatap berkas yang aku sodorkan pada petugas ini tanpa berani menatapnya. Dalam hati aku berkata: "CUKUP SUDAH UNTUK HARI INI! AKU TAK INGIN DI 'TUSUK' UNTUK KEDUA KALI"